-
iii
1
10
16
23
30
46
53
61
70
32
2
Satu
Sedari tadi Joko hanya duduk termenung menyendiri di atas
sebuah kursi rotan yang sudah tua di ruang tamu rumahnya. Sinar
matanya tampak kosong, menerawang menembus cakrawala. Di
luar, sore itu kelihatan lebih sepi dari biasanya. Sebab, memang
sejak berjam-jam yang lalu gerimis seakan tidak mau berhenti
membasahi bumi dan segala yang tergelar di atasnya. Suasana
seperti ini membuat orang malas ke luar rumah, apalagi untuk
bekerja ke sawah atau ladang mereka.
Joko bangkit dari tempat duduknya, melangkah ke jendela
yang menghadap ke barat. Di situ ia kembali duduk bermenung
diri seperti tadi. Meskipun matanya seperti ingin mendapati
sosok matahari senja yang tersembunyi di balik awan hitam yang
sejak siang tadi telah menutupinya, tetapi sesungguhnya mata
hatinya sedikit pun tidak menangkap apa-apa yang ada dalam
penglihatannya. Pikirannya jauh mengembara ke negeri-negeri
asing di seberang langit ke sebuah kegelisahan yang belakangan
ini selalu berkecamuk tidak henti-henti di benaknya.
itu
Mungkin sudah berminggu-minggu hal seperti
dilakukannya. Seolah hidupnya terasa serba salah. Bahkan, ia kini
semakin jarang ke luar rumah untuk bermain-main dengan kawan-
kawan sebaya di kampung seperti biasanya. Dibyo dan Karman,
dua sahabat karibnya sewaktu masih sama-sama sekolah di kota
Bantul dulu, kini sudah lebih lima bulan pergi meninggalkannya
merantau ke Sumatra. Konon mereka kini sudah bekerja di sebuah
perkebunan kelapa sawit milik sebuah perusahaan besar di sana.
Bahkan, bulan yang lalu Karman sudah bisa mengirimkan wesel
untuk orang tuanya.
Demikian pula Dibyo, kini ia juga sudah bisa membantu
ayah-ibunya untuk meringankan biaya sekolah ketiga adiknya
Joko merasa ini melihat keberhasilan kedua sahabatnya itu. Itulah
Unich Schenk Pengabdian